Synopsis Film :
Sekelompok buruh musiman yang datang ke sebuah pabrik gula tua di pedesaan untuk bekerja selama musim panen. Namun, mereka tidak mengetahui apa rahasia di balik pabrik gula tersebut.

Pada tahun 2025, di pinggiran sebuah kota kecil di Jawa Timur, berdiri megah sebuah pabrik gula modern hasil peninggalan pabrik kolonial lama. Warga menyebutnya “Gula Merah”, bukan karena warna produk yang dihasilkannya, tapi karena sejarah kelam yang terus membayanginya.

Konon, pabrik ini dibangun di atas reruntuhan pabrik tua Belanda yang pernah ditutup tahun 1965 setelah kasus hilangnya puluhan pekerja secara misterius. Saat proyek renovasi dimulai tahun 2023, para pekerja sering mendengar suara raungan mesin yang menyala sendiri tengah malam, padahal aliran listrik belum tersambung.

Tapi karena pemerintah menjanjikan lapangan pekerjaan, warga tetap antusias. Pabrik mulai beroperasi penuh awal 2025. Sejak itu, produksi gula meningkat drastis—bahkan melebihi kapasitas logis mesin.

Namun, satu per satu pekerja kembali menghilang.

Salah satu operator mesin, Darto, pernah ditemukan tewas di ruang pemasakan. Kulitnya melepuh seperti disiram air mendidih, tapi tidak ada satu pun pipa panas yang bocor. Kamera pengawas hanya menangkap bayangan hitam besar berdiri di belakangnya, menatap tanpa mata.

Seorang teknisi yang mencoba mematikan mesin utama pada malam hari mengaku melihat sesosok wanita bergaun putih berdiri di atas conveyor belt.

Yang paling mengerikan adalah bau manis yang menusuk hidung tiap kali tragedi terjadi.

Menurut warga dahalu, pada zaman Belanda dulu, pabrik itu menyembunyikan ruang penyiksaan di bawah ruang produksi. Para pribumi yang dianggap memberontak akan disiksa bersama batang tebu, lalu ampas tubuhnya dibuang ke sungai.

Kini, mesin-mesin modern itu tampaknya masih lapar. Tapi bukan lapar tebu.

Mereka lapar manusia.